affiliate marketing

Minggu, 16 Oktober 2011

Aida Story Chapter 04 : Camp Party

karya ini adalah karya original... silahkan mengcopy-paste tanpa merubah hak kepenulisan dan isi cerita . Selamat membaca. Rainmaker.

Sinar mentari membias mengusir kabut yang masih cukup tebal di bumi perkemahan Malang itu. Hawa dingin masih terasa, gemericik air sungai terdengar senada dengan kicau-kicau kecil burung dari kejauhan. Kecipak-kecipak air sungai terdengar berirama, jika memicingkan mata, siluet samar terlihat di balik kabut, siluet itu bergerak seiring dengan kecipak-kecipak air dari dalam sungai.

“Engghhh....” erangku pelan saat Bima menggerakkan penisnya keluar masuk liang kenikmatanku. Badanku bertopang pada kayu yang menjulur ke sungai, sedang Bima memasukkan penis besarnya dari belakang. Kecipak air terdengar setiap gerakan keluar-masuk dilakukannya.

Semalam aku diantar kembali ke bumi perkemahan oleh kedua sopir truk marinir yang menikmati tubuhku bergantian. Begitu sampai ternyata teman-teman baru saja usai pesta. Taufik mempersilahkanku untuk beristirahat masuk tenda, sementara itu Pak Basuki dan Pak Aryo mendekati Yungky dan Poppy yang tertidur tanpa busana di dekat api unggun. Aku masih bisa melihat pekikan mereka berdua saat Pak Aryo dan Pak Basuki memasukkan penisnya tanpa pemberitahuan lebih dulu. Bahkan dari dalam tenda dapat terlihat siluet tubuh mungil mereka berdua yang disetubuhi penuh nafsu.

Chapter 04 : Camp Paty

aida
aida

Aku terbangun saat merasakan bibirku dilumat dan remasan pada payudaraku. Saat kubuka mata, Bima tengah menggumuliku.

“oh.. bangun Da...” ujarnya sambil cengengesan tanpa dosa. Wajahnya yang sedikit “parah” membuat aku sedikit enggan melayaninya.

“mandi yuk Da.... kita mandi di sungai”. Ujarnya berbisik.

“aku masih capek.... ngantuk...” jawabku sekenanya meski kutahu itu tidak akan mengubah keadaan. Bima menggendong tubuhku dan membawaku ke sungai di pagi-pagi buta ini. Badannya yang kekar dan atletis berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat kumal. Dibaringkannya aku direrumputan tepi sungai, lalu dia menarik lepas kaosku, celana jeans, bra dan terakhir celana dalamku. Setelah menanggalkan pakaiannya sendiri dia menggendongku masuk ke sungai.

Dinginnya air segera membuatku menggigil. Aku menenggelamkan tubuhku agar terbiasa dengan suhu air yang memang dingin. Bima memelukku dan mulai mempermainkan payudaraku, diremasnya kuat-kuat, membuat aku menggeliat nikmat. Dia menciumi leherku, dan saat tangannya berpindah ke vaginaku aku benar-benar sudah larut dalam birahi.

Dia membalik tubuhku hingga berhadapan dan kamipun berciuman, sapuan lidahnya kubalas dengan penuh gairah, sejenak aku berusaha untuk tidak memperdulikan wajahnya yang jelek. Dia memelukku erat sampai payudaraku menempel kencang dan alat kelamin kami beradu, tidak terlalu panjang dan besar, pikirku saat Bima membimbing tanganku untuk mengocok penisnya.

Jari-jari Bima semakin liar di dalam vaginaku, lenguhan demi lenguhan sudah tak bisa kutahan, mataku terpejam menikmati kenikmatan ini.

“enak Da?” tanya Bima yang kujawab dengan lenguhan dan anggukan kecil. Bima semakin gencar mengerjai liang kenikmatanku dengan jarinya hingga aku tidak tahan untuk tidak memeluknya erat-erat.

“NGGGHHHH!!!!.....” Erangku tertahan, tubuhku mengejang, memeluk Bima erat-erat, kakiku melingkar di kakinya, membuat alat kelamin kami bergesek nikmat dan payudaraku menempel utuh di dadanya. Aku orgasme....

“pegangan ke kayu itu Da, hadap sana...” ujar Bima sambil memposisikan diriku berpegangan pada kayu, dia menekan punggungku agar sedikit membungkuk dan melebarkan kakiku. Beberapa saat kemudian aku merasakan gesekan penisnya naik turun di bibir kemaluanku, dan untuk pertama kalinya, Bima akan menyetubuhiku....

“uuUUnng.. SShsshhh...” desahku saat penisnya mulai membelah vaginaku dengan gerakan pelan Bima menusukkan barangnya, berhenti sejenak... lalu masuk lebih dalam lagi, dan lagi.... hingga seluruh batangnya tertanam.

Aku mengatur nafasku... “Da... enak banget punyamu... knapa kamu ga masuk kelasku aja sih.. uuh... siap ya Da?” ceracau Bima sambil tangannya menggenggam pinggangku yang sexy.

“Bim, keluarin di luar yah?? Aq belum minum pil...” ujarku begitu ingat kalau aku belum meminum pil anti hamil.

Bima menjawabnya dengan menggerakkan penisnya keluar-masuk vaginaku. Aku dan dia melenguh, mendesah bersamaan. Penisnya mengaduk lubangku dengan gerakan yang sungguh erotis.

Mataku terpejam, mulutku menganga setiap Bima melesakkan penisnya lebih dalam. Kecipak air semakin kencang seiring kencangnya Bima menggenjotku. Tanganku berpegangan ke kayu dan punggungku semakin merendah saat Bima menarik pinggangku maju mundur dengan cepat.

“Augh...ummhh... aah..ahhhaa..sshh... Bi...Bim....pe...lan...” ujarku sambil menikmati genjotan-genjotan Bima yang semakin brutal.

BLUGG...

Sebuah kecipak besar terdengar, namun aku tidak memperdulikannya, yang aku dengar saat ini hanya desahanku dan kecipak air hasil genjotan penis Bima di lubangku. Tiba-tiba penis Bima terlepas dari vaginaku.

“Aaanghh...” lenguhku pelan sambil tubuhku jatuh ke air. Aku mengatur nafas dulu sebelum berbalik dan terkejut....

“MMMPPHH!!!”

Dua tangan segera memelukku, lalu sebuah tangan membekap mulutku, dan kurasakan tangan lain menyeretku keluar sungai, aku memejamkan mata saking takutnya. Tangan-tangan itu menyeretku ke tepi sungai dan membaringkanku disana. Begitu kubuka mata, empat bapak-bapak tua berpakaian petani sedang mengelilingiku.

“Aku kirain belut atau apa tadi... eh ternyata ada yang ngent*t... jadi pengen coba...” ujar salah seorang dari mereka sambil membuka celananya.

“MMMhhh!! Mmpphh!!eeemmm!!” aku berusaha bicara, tapi muluku masih dibekap. Dua tanganku dipegangi, begitu pula kakiku. Pak Tua itu mengeluarkan penisnya yang sudah menegang dan memasukkannya tanpa permisi ke lubang kenikmatanku. Penisnya cukup besar namun vaginaku yang sudah basah membuatnya mudah masuk.

“NNNNGGGGHHH!!!!” erangku tertahan saat dengan kasarnya pak tua itu melesakkan penisnya hingga masuk seluruhnya.

“Uuuh.... muda... cantik, semok, memiawnya pun enak banget!!!” ujar pak tua itu sambil menggenjotkan penisnya dengan kasar dan cepat ke lubangku.

“emmh... MMhh... umm...mmh...hhh......emmmhh...” tubuhku terlonjak-lonjak, payudaraku juga berayun-ayun cepat, vaginaku terasa sakit... namun sangat nikmat. Pak tua itu bergerak makin cepat... mencoba mencari kenikmatannya sendiri dengan kasarnya ditindihnya tubuhku. Lalu dibenamkannya penisnya dalam-dalam, kurasakan kemaluannya berdenyut... Oh Tidak!! Dia akan mengeluarkannya di dalam!!!.

“MMMHHH!!!MMMHHH!!!!!” aku meronta, menggeleng, berusaha agar pak tua itu mengerti dan tidak menyemprotkan spermanya di rahimku. Namun sia-sia, penis tua itu bergetar hebat dan berkedut-kedut keras, menembakkan cairan hangatnya ke seluruh penjuru rahimku dalam beberapa tembakan. Wajah tuanya merem melek keenakan dan tubuhnya mengejang-ngejang, mendorong-dorong penisnya masuk semakin dalam. Tak terasa air mataku mengalir...

Aku mendesah saat pak tua itu mencabut penisnya. Seorang yang tadinya memegangi kakiku maju. Rambutnya putih dan gemuk, brewok dan kumisnya juga putih serta kepalanya botak. Dia melepas celananya dan mengeluarkan penisnya, ukurannya cukup besar juga, tidak jauh dari punya pak tua sialan yang baru saja menyemprotkan benihnya ke rahimku.

Tubuhku kembali terlonjak saat Penis pak tua botak ini dihujamkan ke lubangku dengan kasar. Persis seperti yang pertama tadi. Digenjotnya aku tanpa ampun, desahan-desahan tertahan keluar dari bibirku yg masih dibekap. Kakiku sudah tidak ditahan lagi, namun tidak berdaya di bawah tindihan pak tua botak itu.

“uuh... enaknya ngent*t cewek muda...” ceracau pak tua itu sambil mempercepat pompaannya. Aku memejamkan mata, beberapa butir air mata mengalir dari ekor mataku...

Lama-lama tubuhku mulai merasakan getaran nikmat, sebisa mungkin aku menahan diri untuk tidak menikmati pemerkosaan ini. Keringat pak tua botak itu terasa sekali saat pak tua itu menindihkan tubuhnya ke tubuhku dan genjotannya semakin kencang. Tak lama kemudian penisnya berdenyut...

“MMHHH!!!mmHH!!” kembali aku meronta dan menggeleng, meminta agar Pak Tua itu mengerti dan tidak mengeluarkan spermanya di dalam. Pak Tua memejamkan matanya sambil menggenjot makin cepat. Deru nafasnya tak beraturan.

“MMMPPPPHHHH!!!” aku mencoba menjerit saat Pak Tua itu melesakkan seluruh penisnya dalam satu hentakan keras dan detik berikutnya kurasakan penisnya menembakkan benih-benihnya ke rahimku. Terasa beberapa semprotan dan kedutan yang diikuti rasa hangat memenuhi rongga vaginaku. Pak Tua botak ini tanpa ampun menyemprotkan spermanya di vaginaku!!.

Setelah pak Tua botak itu, seseorang yang lain mengambil posisinya, aku berusaha bangkit dan lari, namun sial, baru beberapa langkah aku terpeleset dan jatuh cukup keras. Kepalaku membentur dahan kayu dan pandanganku kabur....

“keluarin di dalam aja daripada tikarnya kotor...”. Sayup-sayup kudengar suara seseorang. Kepalaku masih pening, perlahan kucoba membuka mataku, warna oranye memenuhi mataku, bayangan matahari terlihat samar di baliknya, cukup lama bagiku untuk menyadari bahwa tubuhku sedang bergoyang....

“AAAHHH!!” pekikku ketika menyadari bahwa ada seorang pemuda tak kukenal sedang menyetubuhiku, beberapa pemuda lainnya segera menahan tanganku dan menahannya kembali ke lantai tikar. Pemuda yang menyetubuhiku menekankan penisnya dalam-dalam dan kurasakan penisnya menyemburkan isinya ke rahimku. Setelah itu pemuda itu menarik lepas penisnya.

“untung sempet Ril!!” kelakar pemuda lainnya diikuti tawa ramai. Aku berusaha melihat sekitarku, ternyata aku ada di sebuah tenda yang entah milik siapa. Ada tiga orang pemuda yang kutaksir masih berumur belasan di dalam tenda itu juga.

“si..siapa kalian?” tanyaku pelan setelah tanganku tidak ditahan lagi. Tubuhku masih telanjang bulat. Aku duduk meringkuk mencoba menutupi tubuh telanjangku tanpa bisa bergeser karena mereka mengitariku.

“ngapain ditutup non? Kita semua udah liat kok... udah nyobain juga... hahaha...” kelakar salah seorang dari mereka yang berkulit hitam dengan rambut kribo yang tak terawat.

“berkali-kali malah...hahaha” timpal pemuda lainnya yang berbadan gemuk. “non bkin ketagihan sih!!” tambahnya lagi.

Aku terdiam kaget mendengarnya. Saat kulihat jarum jam di lengan pemuda berambut kribo itu kulihat jam menunjukkan angka 2. berarti sudah berjam-jam aku tidak sadarkan diri.

“padahal niatnya cuman kemah, ga nyangka kalo malah dapat cewek ent*tan cantik... gratis lagi” timpal pemuda yang tadi disebut dengan panggilan Ril. Pemuda itu kulitnya putih tapi wajahnya penuh bekas jerawat.

“siapa kalian??” tanyaku penuh ketakutan.

“hahaha... oke deh kenalin dulu, aku Beni” ujar si gendut. “itu temenku yang kribo namanya Somat dan yang ini Deril”. Ujarnya sambil mendekat. Aku bergerak mundur saat Beni smakin dekat, namun entah kapan Somat sudah ada di belakang dan meremas payudaraku dari belakang.

“Ah! Lepasin!!” ujarku meronta, tapi tangan Somat semakin kencang menggenggam dadaku.

“kita lagi liburan non... kita kelas 1 SMU. Mbak sekolah? Kelas berapa?” tanya Deril sambil duduk melihat ke luar tenda.

Aku tidak menjawabnya, masih sibuk meronta dari dekapan Somat. Tiba-tiba Somat mencubit kedua putingku keras.

“AAA!! Sakk..kiit!!” rintihku.

“makanya kalau ditanya dijawab dong...” ujar Somat. “berapa umur kamu non??”

“Dua puluh...” jawabku lirih.

“Waah ngent*t anak kuliahan nih kita...” Beni terdengar senang. “pantes body mbak ajib bangeet... montok!!”

“tadi pas mau mandi di sungai Deril liat mbak lagi dient*t ma bapak-bapak, begitu mereka selesai mbak ditinggal gitu aja... ternyata pingsan. Deril panggil kita berdua, ya udah mbak kita bawa ke tenda kami. Ternyata Beni ga tahan pengen make mbak akhirnya yah kita gantian. Eh... ternyata keterusan, hehehe... aku sampe 3 kali lho mbak, si Beni juga. Deril yang baru dua kali make mbak”. Somat menjelaskan sambil meremas-remas buah dadaku. Beni tiba-tiba maju, memegangi kepalaku dan melumat bibirku paksa.

“Engghhhh.....!!!” aku meronta berusaha menolak namun kepalaku dipeganginya. Dengan leluasa Beni melumat bibirku. Lidah si gemuk itu berputar-putar dalam mulutku. Membuatku semakin merasa mual karenanya. Tiba-tiba dilepaskannya bibirku dari lumatan lalu penisnya dijejalkan ke mulutku.

Aku menggeleng menghindari penis itu namun tidak dapat menghindar lagi kala Somat memegangi kepalaku.

“sudah coba memiawnya tapi belum mulutnya... hehehe” ujarnya sambil menjejalkan penisnya yang masuk sedikit demi sedikit ke mulutku. Dengan terpaksa aku membiarkannya.

Penis itu keluar masuk sambil Beni mendesah-desah. Somat tlah mengembalikan posisi tangannya ke kedua payudaraku dan meremasnya kencang. Jujur aku mulai terangsang karena remasan Somat pada buah dadaku. Perlawananku mengendur, sebaliknya, penis Beni di mulutku semakin mengeras.

Tiba-tiba Beni melepaskan penisnya dari mulutku dan membalik tubuhku, dibantu oleh Somat. Kini penis Somat (yang sudah keras) berada di depan wajahku dan dari belakang kurasakan Beni mulai menyetubuhiku.

“Jangg... Aaakh... adduh....” aku belum cukup basah untuk menerima penetrasi. Namun Somat ikut memegangi dan dengan nafas tak teratur Beni melesakkan penisnya ke liang kenikmatanku. Setelah masuk seluruhnya, Beni memegangi pinggulku dan memompaku.

“enak juga posisi kayak gini...” ujar Beni, vaginaki terasa ngilu disodok-sodok dengan kasar, meski rasa ngilu itu berangsur-angsur hilang.

Aku Cuma bisa pasrah saat Somat memasukkan penisnya ke mulutku, kugerakkan lidahku menjilati kepala dan batang penisnya yang ada di dalam mulutku, Somat merem melek keenakan. Aku berusaha sebisa mungkin membuat Somat keluar di mulutku. Itu lebih baik, pikirku.

Genjotan Beni mulai terasa nikmat, bunyi decakan akibat benturan pantatku dan pahanya terdengar makin keras. Gerakannya mulai tidak teratur, cengkeramannya pada pinggulku terasa makin kencang mengayun tubuhku maju-mundur hingga kedua payudaraku berayun bebas dan penis Somat terkocok di mulutku..

“Ounggh.... cantik... aku mau keluar...” Beni meracau sambil mempercepat tusukan-tusukannya. Aku segera panik dan melepaskan penis Somat dari mulutku.

“jangan di da.. ah! Lam please...” pintaku dengan tubuh yang tergoyang-goyang.

“oouh... enak di dalam cantik...” jawab Beni, genjotannya makin kasar dan cepat. Aku semakin panik badanku bergerak ke depan untuk melepaskan penisnya tapi Somat menahanku sehingga badanku tak bisa bergerak.

“agghh... ahh.. ple..ase.. keluarin di.. AH! Di mulutku aja... aku telan... pliss..sshh...” pintaku memelas.

“ennak disshini ajja... Aanggghh!!!” jawab Beni tak peduli.

“AAAHHH!!” pekikku ketika Beni menusukkan penisnya dalam-dalam, membuat tubuhku sedikit melengkung, semburan demi semburan sperma dari penisnya terasa hangat memenuhi rahimku.

Beni menghentak-hentakkan penisnya ke dalam vaginaku berkali-kali sampai akhirnya penisnya keluar dengan sendirinya. Somat hendak beranjak menggantikannya. Aku buru-buru menahannya dengan memasukkan penisnya lagi ke dalam mulutku, Somat kembali menikmati servis blowjob terbaikku. Dia melenguh pelan.

“bener-bener mantap!!” Beni berkata sambil memukul pantat bulatku pelan. “kenapa pake minta dikeluarin di luar?? Toh Bapak-bapak tadi di dalam semua... dan juga kita-kita dari tadi berkali-kali di dalam semua ngecrotnya” kata Beni. Kata-kata yang membuatku makin yakin kalau aku akan hamil kali ini, mengingat aku belum mengkonsumsi pil anti hamil.

Aku alihkan fokusku ke penis Somat yang sedang kuoral, ku masukkan seluruh batang penisnya ke mulutku dan kudiamkan, kutarik sedikit, kuhisap kuat-kuat, kutarik lagi lalu kumainkan lidahku, begitu berkali-kali, sekali-kali kulepaskan penisnya, kujilati batangnya dari samping dan juga kedua telurnya untuk memancing agar spermanya cepat keluar. Somat melenguh keenakan setiap aku memasukkan kembali penisnya ke mulutku.

Aku sedikit terkejut saat pinggulku kembali diangkat, membuat aku kembali dalam posisi doggy, kutoleh ke belakang dan kulihat Deril sedang menggosokkan penisnya yang gemuk dan panjang ke belahan vaginaku. Aku menggeleng sayu, tapi sebelum sempat memohon Somat sudah menarik kepalaku untuk menghisap penisnya lagi.

“mmmpphh!!...” lenguhku tertahan saat penis Deril membelah vaginaku dengan pelan tapi pasti. Cairan sperma Beni memudahkannya masuk. Deril melenguh saat kepala penisnya berhasil masuk dan seluruh batangnya tertelan lubang kenikmatanku.

Deril menggenjotku dengan pelan, penuh perasaan dan dia terlihat begitu menikmati tiap gesekan penis dan dinding vaginaku. Desahan nafasnya memburu lembut seiring dengan tempo genjotannya yang penuh penghayatan. Deril menaikkan posisi tubuhnya lalu memelukku dari belakang, tangannya meremas kedua payudaraku sambil tetap memompa tubuhku pelan. Posisi itu membuat penisnya masuk semakin dalam. Aku sendiri mulai memejamkan mata, dan mulai merasa kenikmatan yang diberikan oleh bocah SMU ini.

Desahan dan desisan mulai keluar dari bibirku saat Somat melepaskan penisnya dari mulutku. Gerakan Deril begitu pelan dan nikmat, kurasakan setiap gesekan penisnya begitu mantap meski lambat. Aku tidak tahan untuk tidak melenguh keras-keras saat mencapai orgasmeku. Tubuhku mengejang beberapa detik merasakan orgasme besarku dibawah pacuan anak SMU ini. Deril melakukannya sangat pelan hingga penisnya berkedut dan mulailah dia mempercepat genjotannya.

Tubuhku ditelungkupkan dengan penis yang masih menancap kuat dalam vaginaku. Deril memacuku dari belakang, menghantamkan perut bagian bawahnya ke pantatku yang bulat sempurna...

“Ouwhhh!!!” erang Bocah SMU itu sebelum kurasakan semburan spermanya mengisi rahimku. Deril melepas penisnya. Dengan nafas yang belum teratur tubuhku dibalikkan oleh Somat dan tanpa menunggu lagi aku disetubuhinya lagi.

Hingga malam hari aku tidak bisa keluar dari tenda itu, ketiga pemuda itu terus bergiliran menyetubuhiku sampai mereka puas. Deril menyodorkan segelas Mie instant dan aku segera memakannya tanpa banyak kata-kata. Samar-samar kudengar suara Somat dan Beni berbisik-bisik di luar tenda.

“kita mau balik ke kota Mbak..” ujar Deril. “karena kita ga tau lokasi kemah teman-teman mbak, lebih baik mbak ikut kami saja. Nanti langsung balik ke Surabaya. Gimana?”. Tanyanya.

“tapi bajuku...”

“nanti tutupi pake kaos sama sarung aja dulu mbak... nanti pakai baju kakaknya si Somat aja”. Potong deril. Aku merasa tidak punya pilihan, masih untung pemuda-pemuda ini tidak meninggalkanku begitu saja jadi aku mengiyakan saja saran deril.

Tidak lama kemudian Deril keluar tenda, mereka bertiga terlibat sebuah pembicaraan di luar tenda. Tak lama kemudian Beni masuk dan menyodorkan sebuah kaos longgar padaku.

“pake ini aja mbak... kaos ini besar kok jadi pasti bisa nutupin memiawnya mbak”. Ujarnya sambil senyum-senyum. Tanpa banyak kata aku meraih kaos itu dan mengenakannya. Memang kaos itu besar dan longgar, namun hanya bisa menutupi sampai paha. Dan bagian lehernya juga longgar sehingga belahan dadaku terlihat.

“ayo yang terakhir” ujar Benny sambil mnidurkanku, menyingkapkan kaosku, mengeluarkan penisnya dan mulai menyetubuhiku lagi.

Aku berjalan diapit mereka bertiga hanya dengan mengenakan kaos longgar sepaha menuju parkiran mobil, rasanya benar-benar malu saat hampir semua orang yang kami lewati melihatku dengan padangan yang tidak biasa. Beberapa dari mereka segera bersiul menggoda, dan tidak sedikit pandangan mereka menelanjangiku. Apalagi saat ada angin yang sedikit kencang membuat ujung kaosku sedikit terangkat sehingga sedikit kemaluanku bisa terlihat. Aku hanya diam mengikuti tiga bocah yang tertawa-tawa ringan sambil membicarakan betapa beruntungnya mereka hari ini.

Tiga puluh menitan menunggu di tempat parkir, aku tidak berani duduk karena jika aku duduk pastilah kaos ini semakin terbuka. Tidak lama kemudian sebuah Land Cruiser Merah berhenti agak kejauhan. Deril melambai kepada mobil itu. Mobil itu terbuka dan 3 orang pria sebaya denganku turun dari mobil. Beni dan Somat memberiku isyarat untuk mengikuti mereka mendekati mobil itu.

“thanks kak udah mau jemput!” ucap Deril pada seorang pemuda kurus yang berkulit hitam dengan dandanan penuh aksesoris di tubuhnya. Bahkan ada empat anting-anting melekat di telinganya. Pemuda yang dipanggil “kakak” oleh Deril itu melihatku, bukan hanya dia, dua orang lainnya juga melihatku dengan pandangan menembus kaos longgarku.

“kenalin kak, ni Aida...” Deril memperkenalkanku sambil mendorong punggungku mendekat. “Aida” ujarku singkat sambil mengulurkan tangan. “Herman” jawab pemuda itu sambil mencuri pandang ke belahan dadaku. Tak lama kedua temannya yang lain maju sambil memperkenalkan diri, yang gendut cina bernama Sunjaya dan pemuda bertopi dengan gigi yang tak lengkap lagi bernama Surya. Surya tidak menjabat tanganku seperti yang lain melainkan menyibak bagian bawah kaosku sampai aku sedikit menjerit diikuti sorakan Herman dan Sunjaya saat melihat tubuh telanjangku.

“Sun! Loe driver!” ujar Herman sambil melempar kunci mobil. Sunjaya terlihat kurang senang dengan itu, tapi tidak protes dan segera duduk di kursi driver. Aq didudukkan di belakang diapit oleh Herman dan Surya.

“satu kelas sama Deril?” tanya Herman, kaos longgarku sudah terangkat sampai leher, tangan Surya dan Herman meremas dan mengelus-elus tubuh telanjangku.

“bukan kak... tadi kita nemuin dia ga sadar gitu... ya udah kita sadarin pake pejuh... hahaha!!” celoteh Benni diikuti tawa Eril dan Somat.

Mereka lantas menceritakan bagaimana kejadian sampai aku bisa ada ditenda mereka. Surya dan Herman mendengarkan sambil mengeluarkan penis-penis mereka dan mengarahkan tanganku mengocok penis mereka. Aku menurut pasrah.

“wah! Pinter banget kalian dapat mahasiswi” ujar Surya sambil menghisap putingku. Aku melenguh sambil memejamkan mata mencoba menikmati permainan lidah Surya di putingku dan jari jemari Herman di kemaluanku sambil mengocok dua penis mereka makin cepat.

Herman melolosi kaosku hingga aku telanjang bulat, dengan nafasnya yang berat dia melingkarkan tangannya ke pinggangku dan menarikku kearahnya, setelah itu dia mengangkat tubuhku ke pangkuannya.

“a...anggheehhhhss...” lenguhku saat penis Herman memasuki tubuhku dari bawah, Tangannya meremasi kedua dadaku dan mulai memompaku.

“keset amat.. hhhh...” ujar Herman sambil terus memompaku dalam mobil yang ruang geraknya terbatas ini.

Lenguhanku dan rintihanku semakin kencang memenuhi isi mobil saat Herman makin cepat menggenjotku, beberapa pengendara motor melihat ke arah mobil saat mobi berhenti di lampu merah, Herman tetap menaikkan genjotannya tanpa mempedulikan pengendara-pengendara motor yang berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.

Aku memejamkan mataku dan melenguh keras saat Herman menggeram dan menyemprotkan benih-benihnya ke rahimku. Saat itu aku baru sadar kalau Deril membuka kaca mobil bagian tengah seluruhnya sehingga para pengendara motor dapat melihat langsung ekspresiku. Aku lemas pasrah... pasrah dan pasrah....

Penis Herman tidak juga mengendur, dan dia menggenjotku lagi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar